Para guru melaporkan bahwa jika anak perempuan berprestasi lebih baik dalam matematika dibandingkan anak laki-laki, hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan dan usaha bawaan mereka. Namun mereka juga melaporkan bahwa anak laki-laki yang berhasil dalam matematika kemungkinan besar disebabkan oleh dukungan orang tua dan ekspektasi masyarakat yang lebih tinggi terhadap keberhasilan mereka.
Hal itulah yang kami temukan dari 400 guru matematika sekolah dasar dan menengah yang kami survei di seluruh negeri untuk penelitian baru kami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari lebih lanjut bagaimana guru menjelaskan keberhasilan dan kegagalan siswa dalam matematika.
Kami menemukan bahwa variasi pandangan di kalangan pendidik tidak terbatas pada gender siswa. Penelitian kami menemukan bahwa para guru juga memiliki pandangan yang berbeda mengenai kinerja matematika jika dikaitkan dengan ras dan etnis siswa.
Lebih khusus lagi, kami menemukan bahwa ketika siswa berkulit hitam dan Hispanik mengungguli siswa Asia dan kulit putih, guru cenderung berpikir bahwa hal tersebut disebabkan oleh upaya dan perbedaan dalam kemampuan kognitif mereka. Sebaliknya, ketika siswa Asia dan kulit putih mengungguli siswa lainnya, guru menghubungkan hal tersebut dengan dukungan dan harapan orang lain, misalnya dari orang tua dan masyarakat serta perbedaan budaya yang menghargai pembelajaran matematika.
Untuk mencapai kesimpulan ini, kami melakukan percobaan. Dalam percobaan ini, pertama-tama guru diminta membantu kami dengan meninjau tanggapan siswa terhadap soal-soal tes matematika yang kami kembangkan. Setelah mereka menilai tanggapan siswa, kami secara acak menugaskan guru ke dalam kondisi yang memberi tahu mereka bahwa satu kelompok – baik laki-laki atau perempuan, kulit hitam dan Hispanik atau Asia dan kulit putih – memiliki kinerja lebih baik dalam tes ini. Kemudian, kami meminta para guru untuk menilai persetujuan mereka terhadap serangkaian penjelasan potensial atas kesenjangan tersebut. Penjelasan potensial ini mencakup pernyataan seperti, “Anak laki-laki sering kali lebih memperhatikan dan mengikuti arahan di kelas dibandingkan dengan anak perempuan.”
Setelah guru menilai persetujuan mereka terhadap penjelasan ini, kami bertanya kepada mereka tentang keyakinan dan pengalaman pribadi mereka terhadap diskriminasi gender dan ras di kelas matematika. Kami menganalisis bagaimana keyakinan ini terkait dengan penjelasan mereka mengenai perbedaan kinerja.
Kami menemukan bahwa para guru lebih cenderung mengaitkan keberhasilan siswa perempuan, siswa kulit hitam dan Hispanik dengan faktor internal, seperti kemampuan dan usaha, sedangkan mereka lebih cenderung mengaitkan keberhasilan siswa laki-laki dan siswa Asia dan kulit putih dengan faktor eksternal, seperti keterlibatan orang tua dan perbedaan budaya.
Kami juga mengamati bahwa guru yang melaporkan secara pribadi mengalami diskriminasi rasial di kelas matematika ketika mereka masih menjadi siswa cenderung setuju bahwa kemampuan bertanggung jawab atas kinerja siswa kulit hitam dan Hispanik yang lebih tinggi.
Mengapa itu penting
Cara guru menjelaskan kinerja siswa dapat mempengaruhi harapannya terhadap siswa. Hal ini juga dapat memengaruhi cara mereka mengajar dan cara mereka merespons kebutuhan siswa secara emosional.
Misalnya, penelitian telah menunjukkan bahwa ketika guru mengaitkan kegagalan siswa dengan kurangnya usaha, mereka cenderung mempertahankan ekspektasi yang lebih tinggi terhadap siswa dan mendorong mereka untuk mengeluarkan lebih banyak upaya di lain waktu. Namun, ketika mereka mengaitkan kegagalan siswa dengan kurangnya kemampuan, bukti menunjukkan bahwa guru cenderung menurunkan ekspektasi mereka dan lebih menunjukkan rasa kasihan. Menurunnya harapan dan perasaan kasihan dapat terinternalisasi dalam diri siswa. Hal ini pada gilirannya dapat membuat mereka berasumsi bahwa mereka memiliki kemampuan yang rendah dan berharap akan lebih sering gagal di masa depan.
Temuan dari penelitian kami menunjukkan bahwa guru cenderung menjelaskan kegagalan dan keberhasilan siswa secara berbeda berdasarkan kelompok sosial mana yang berkinerja lebih baik dibandingkan kelompok sosial lainnya. Kadang-kadang, atribusi ini konsisten dengan stereotip, seperti menghubungkan kinerja siswa kulit putih dan Asia yang lebih tinggi dengan orang tua dan budaya mereka.
Apa yang masih belum diketahui
Penelitian kami, dan penelitian lainnya, menunjukkan bahwa bias implisit memang ada di kelas matematika. Bias ini mempengaruhi cara guru memandang kemampuan siswa dan menjelaskan kinerjanya. Namun, sebagian besar intervensi pelatihan anti-bias yang ada tidak terlalu efektif.
Para peneliti perlu mengembangkan jenis pelatihan baru untuk melawan bias-bias ini di kelas matematika, yang dapat membantu meningkatkan pengajaran dan mengurangi beban kognitif dan emosional yang dialami siswa.
Artikel ini diterbitkan ulang dari The Conversation di bawah lisensi Creative Commons. Baca artikel aslinya.